Hidupku Kuserahkan Kepada Tuhan

Related Articles

“Hendaknya menjadi pemanggul salib yang benar, supaya mendapat palem kehidupan yang kekal”. (M. M Clara Pfänder)

Memaafkan adalah kekuatan yang membebaskan. Mengasihi adalah kekuatan yang meneguhkan. Mendoakan adalah kekuatan yang mengubah. Dalam mengarungi hidup panggilan ini. Kadang kudiam seribu bahasa. Saat bersimpuh di dekat kaki-Mu. Hanya ada sederet kisah buram yang tergantung di dinding hatiku. Kucoba memetik buah peristiwa satu per satu. tetapi tanganku ragu dan hasratku enggan. Aku sadar bahwa aku sedang duduk bersimpuh di depan salib-Mu tanpa apa-apa. Namun aku yakin Engkau mengubah kekosonganku menjadi segalany. Kekosonganku adalah kehendak dan kerinduan-Mu. Dengan kekosonganku, Engkau akan mengisi harta ilahi-Mu yang kudambakan sepanjang hidupku penuhilah jiwaku dengan kasih setiamu HIDUPKU, KUSERAHKAN KEPADA TUHAN kini dan sepanjang masa. Amin.

Sr. Elisabeth Hasugian FCJM, selamat menjalani angka 60 tahun!

 Pengantar

“Hidupku kuserahkan kepada Tuhan”, inilah motto hidup Sr. Elisabeth yang berpesta hidup membiara 60 tahun. Enam puluh tahun dalam hidup membiara bukanlah waktu yang singkat tetapi sungguhlah sarat makna, karena dijalani bersama Allah yang telah memanggilnya. Apa resep yang digunakan Suster ini hingga mampu setia sampai saat ini? Mungkin kita penasaran akan resep-resep kesetiaan seorang religius seperti Suster ini. Tentulah salah satunya adalah motto hidup yang telah diperjuangkannya dengan menyerahkan hidup dan perjuangannya kepada Tuhan. Dalam setiap detik perjuangan hidupnya ia senantiasa menyerahkan hidupnya kepada Tuhan baik saat suka maupun duka seperti lagu yang dinyanyikan Johan Chrisdianto yang berjudul “Tuhan Inilah Hidupku”.

Tuhan Inilah Hidupku

Tuhan, inilah hidupku
kuserahkan pada-Mu
segala cita-citaku, masa depanku
menjadi milik-Mu.

Jadikan kami terang-Mu
di tengah keg’lapan dunia
membawa bangsa-bangsa kepada-Mu
Tuhan ini kerinduanku

Bagi-Mu Tuhan seluruh hidupku
pakailah Tuhan bagi kemuliaan-Mu
genapi seluruh rencana-Mu
sampai bumi penuh kemuliaan-Mu

 Songwriter: Johan Chrisdianto

 

Masa Kecilku

Sr. Elisabet Hasugian lahir di sebuah desa terpencil yang disebut dengan nama Sitinjoneur – Parlilitan pada tanggal 10 Juni 1941. Dia lahir sebagai anak bungsu dari keluarga besar yaitu anak ke….dari ….bersaudara. Dia bertumbuh dan dibesarkan pada masa perang dan penjajahan Jepang di Indonesia sekaligus masa menuju Indonesia merdeka pada tahun 1945. Masa penjajahan tersebut membuat bangsa Indonesia semakin hari semakin miskin, karena hasil bumi yang merupakan milik bangsa Indonesia habis dikuras oleh para penjajah dan hal itu juga yang dialami oleh keluarga besar Suster yang berpesta 60 tahun hidup membiara sebagai FCJM pada 08 Desember 2017.

Sejarah Singkat awal mula menjadi Suster FCJM

Tertarik itu adalah awal dari sebuah pilihan menjadi seorang Suster. Demikianlah Suster ini merasakan panggilan hidup membiara tumbuh dalam hatinya yang terdalam. Keinginan menjadi seorang Suster FCJM berawal dari pengalamannya bertemu dengan para Suster yang bermisi di daerahnya. Dia mendengar dan mengalami sendiri bahwa para Suster pendahulu itu sangat ramah dan baik hati, tidak menikah, berdoa banyak, dan pintar bernyanyi. Pengalaman itu menjadi daya tarik tersendiri baginya, hingga semakin terpesona untuk memasuki hidup yang sedemikian.

Benih panggilan ini bertumbuh dan berkembang secara terus-menerus sejak duduk di bangku kelas III SD. Setelah mendengar dan mengalami sendiri kebaikan dari para Suster Misionaris dari Eropa (Belanda), keinginan menjadi Suster tidak lagi terbendung. Tentu pada saat itu ia belum memahami dan mengerti tentang Kongregasi FCJM seperti sekarang ini. Bahkan Kongregasi lain pun belum dikenal sama sekali.  Namun satu hal yang pasti dalam hati Suster ini dan dengan mantap ia katakan dalam hati: “Aku ingin menjadi seorang Suster”. Keinginan yang menggelora itu dinyatakan dengan pasti kepada Suster Misionaris dari Belanda. Suster itulah yang membawa ia memasuki Kongregasi FCJM.

Dalam meniti panggilan hidup sebagai FCJM tidaklah gampang karena ia dihadapkan dengan suka-duka. Namun suka-duka dilaluinya dengan penuh syukur kepada Tuhan yang senantiasa menguatkannya. Suster ini memperjuangkan kesetiaanya sebagai FCJM hingga kini, karena berkat Tuhan yang Mahabaik dan dukungan dari berbagai pihak yang mendampingnya,  membina, mengajari, memberinya bimbingan dan motivasi dari hari ke hari.

“Bagaimana perjalanan hidup selanjutnya dari Suster yang berpesta 60 tahun sebagai FCJM. Beginilah dia bercerita:”

 Motto hidup “Hidupku kuserahkan kepada Tuhan”.

Spiritualitas yang kuhidupi selama ini adalah spiritualitas FCJM. Hal inilah yang menjadi pedoman yang selalu kuhidupi dengan segenap hati dan segenap hidupku, sehingga aku tetap setia menjadi FCJM seumur hidupku. Dan yang menjadi prinsip dan pegangan dalam menjalani panggilan sebagai FCJM adalah selalu bersikap rendah hati di dalam membawa dan mewartakan kabar gembira dan sukacita serta harapan akan kasih Tuhan kepada semua orang lewat karya pelayanan dan tugas setiap hari seperti yang dicita-citakan oleh pendiri dan Yesus Kristus sendiri.

Ucapan Syukur atas panggilan hingga 60 tahun menjadi Suster FCJM

Setiap hari bagiku merupakan suatu rahmat yang harus kusyukuri. Betapa besar kebaikan dan cinta Tuhan bagiku yang kualami dalam detik kehidupanku selama 60 tahun hidup membiara. Tuhan membimbing dan memeliharaku dalam perjalanan ini bersama dengan mereka yang sepanggilan denganku. Aku sungguh berterima kasih kepada mereka yang juga memberikan perhatian kepadaku. Para Imam yang mendampingiku selama retret, kursus-kursus yang kualami, rekoleksi dan kesediaan panitia pesta yang telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan teristimewa kepada kongregasi melalui pimpinan dan seluruh anggota kongregasi FCJM yang memberikan kesempatan yang baik ini dengan memberikan pembinaan, perhatian khusus dan cinta hingga kini aku masih penuh gembira dan syukur ikut merayakan pesta  60 tahun hidup membiara  di kongregasi FCJM yang tercinta ini.

Suka duka selama 60 tahun hidup membiara

Dalam perjalanan selama 60 tahun ini suka dan duka silih berganti. Kehidupanku selalu diwarnai dengan jatuh bangun, tidak mudah, tetapi butuh kesabaran, ketekunan, kesetiaan, dan latihan diri terus menerus. Setia terhadap panggilan membutuhkan pengorbanan yang tidak tanggung-tanggung. Karena menyadari diri bahwa aku dipanggil oleh Tuhan, maka aku pun menjalaninya dengan penuh kebahagiaan dan selalu mengandalkan Dia yang senantiasa menguatkanku. Hal yang terpenting dalam hidupku adalah bagaimana aku selalu setia menjalin relasi yang intim dengan Sang Kristus yang memilihku melalui DOA DAN KEHENINGAN.

Selain  kedua hal di atas, yang membuat aku setia hingga saat ini adalah bahagia bersama dengan para saudari sepanggilan di FCJM. Aku sangat mensyukuri persaudaraan FCJM. Aku banyak belajar dan mengalami para saudari yang saling mempercayai satu sama lain, saling berbagi kebahagiaan, saling memaafkan, saling mendukung dan meneguhkan satu dengan yang lainnya.

Selain hal positif di atas, aku juga pernah mengalami hal yang membuat batinku tidak tenang dari persaudaraan. Pada waktu itu aku sangat sedih, karena ada kesalahpahaman di antara hidup bersama. Dalam situasi kepedihan hati yang mendalam itu aku mencoba memandang Yesus di salib dan berkata: “Katakanlah Yesus, aku tidak pernah melakukan apa yang mereka tuduhkan kepadaku”. Namun, tidak ada jawaban dari Yesus. Aku hanya pasrah dan menyerahkan semua persoalan ini kepada Yesus biarlah Yesus yang menyelesaikan semua masalah ini.

Karya yang pernah dipercayakan kongregasi kepadaku

Sejauh pengalaman 60 tahun ini aku selalu berusaha melaksanakan segala karya/tugas yang dipercayakan kongregasi kepadaku sebaik-baiknya. Dalam hidup ini aku melakukan semua itu untuk Tuhan yang kutemui melalui orang-orang di sekitarku dan yang aku layani. Aku bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan berkarya dalam mendidik dan membahagiakan anak-anak bangsa. Aku berharap mereka menjadi anak yang berguna dalam memajukan kehidupan berbangsa dan Gereja. Aku menyadari tidak mudah untuk menjalaninya,  itu semua butuh proses panjang dan perjuangan yang sungguh-sungguh dan pengorbanan demi kepentingan Gereja dan Negara.

Pengalaman Iman

Proses untuk menjadi seorang Suster FCJM itu tidaklah secepat yang aku bayangkan sejak awal. Menjadi seorang Suster FCJM harus melalui beberapa tahap pembinaan. Pertama, pembinaan awal itu disebut masa aspiran dan postulan kurang lebih 1 tahun. Setelah melalui masa postulan kemudian dilanjutkan pembinaan kedua yakni Novis Pertama. Di sinilah awal penerimaan jubah dan disebut Suster dan dilanjutkan Novis Kedua. Dalam dua tahun ini masa pembinaan intensif di Novisiat, sehingga saat ini aku tidak diperbolehkan berkomunikasi ataupun berjumpa dengan keluarga. Pada masa Novisiat, aku sudah merasa menjadi Suster FCJM selama-lamanya. Aku menyadari diri bahwa diriku bukan orang biasa lagi, bukan lagi seperti orang di luar yang ada di masyarakat. Aku merasa diri sudah terpisah dari keluarga dan meninggalkan kehidupan luar yang hingar bingar menuju hidup yang lebih tinggi bersama dengan Yesus. Setelah menjalani masa novisiat selama dua tahun kemudian aku diterima untuk mengikrarkan kaul perdana. Setelah satu tahun berkaul aku diterima untuk pembaruan kaul untuk 2 tahun, 3 tahun dan persiapan kaul kekal. Masa Yunioratku berlangsung selama 6 tahun. Tuhan punya rencana. Pada saat menjelang kaul kekal aku mengalami sakit. Aku tidak dapat mengikuti persiapan kaul kekal dengan teman seangkatanku. Aku terpaksa harus ditunda untuk proses penyembuhan sakit.

Pada waktu itu aku merasa sedih karena aku tidak bersama angkatanku.  Kesedihanku bertambah karena pada tahun itu juga ibuku meninggal dunia. Kesedihan semakin bertambah karena pada awalnya ibu tidak setuju aku masuk biara. Namun sebelum ibu meninggal, ketika libur ke kampung ibu sangat senang melihatku sudah menjadi Suster. Pada saat itu, sungguh imanku diuji. Pada satu pihak aku mencintai ibuku dan aku juga mencintai panggilanku. Ketika itu aku merasa tidak sanggup menjalani hidup sebagai seorang Suster yang masih muda.

Hari demi hari kulalui. Aku terus mencoba berjalan bersama Yesus melewati masa-masa itu dengan iman dan keyakinan yang pasti. Aku semakin disadarkan bahwa Tuhan senantiasa memelihara dan membimbingku hingga mencapai Pesta Perak (25 tahun), Pesta 40 tahun, 50 tahun hingga sampai Pesta 60 tahun hidup membiara. Semuanya itu kulewati dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan.

Saat ini aku sangat berterima kasih kepada semua orang yang terlibat dalam perjalanan panggilanku, terutama persaudaraan FCJM yang dengan segala cara membuatku setia hingga saat ini dan bergembira bersama pada hari ini. (Sr. Lydia Simbolon FCJM).

More on this topic

Comments

Advertismentspot_img

Popular stories