Sejarah Singkat Berdirinya FCJM
Muder Maria Clara Pfänder merupakan pendiri Kongregasi FCJM yang lahir pada 6 Desember 1827 di Hallenberg, Jerman. Pada tahun 1850, ketika menginjak usia 23 tahun, dia tertarik ingin menjadi suster, sehingga dia segera masuk ke Kongregasi “Kasih Kristiani.” Pada tahun itu juga, dia menerima jubah biara. Dia merasa sangat bahagia menjadi seorang suster. Dia bekerja dengan tulus dan penuh tanggungjawab, sehingga banyak suster mengagumi dan menyenangi kepribadiannya. Dia dikenal sebagai guru dan pendidik yang telaten karena bakatnya yang istimewa dalam bidang pendidikan. Namun, setelah empat tahun menjadi suster, hatinya mulai gelisah dan bimbang. Dia berniat untuk menjalankan hidup yang lebih keras, menjadi perpanjangan Tuhan dengan memberikan pelayanan kepada anak yatim piatu, miskin dan terlantar. Dia pun berdoa dan retret secara pribadi. Akhirnya, dia memutuskan untuk kaluar dari biara “Kasih Kristiani” setelah berbicara dengan baik kepada Muder Pauline, sebagai pimpinan Kongregasi.
Beberapa waktu kemudian, dia bersama dengan dua orang teman yang secita dengannya yakni Regina Löser dan Aline Bonzel memohon kepada Uskup Kondrat Martin (Uskup di Paderborn, Jerman) untuk mendirikan satu Kongregasi Fransiskan yang tujuan utamanya berdoa dengan tak henti-hentinya bagi Gereja yang tertindas. Tepat pada 30 Oktober 1860, Uskup Kondrat Martin menerima dan menyetujui permohonan tersebut. Uskup juga mengesahkan konstitusi yang disusun oleh Theresia Pfänder, nama kecil dari Muder Maria Clara Pfänder. Sejak saat itulah, Kongregasi FCJM resmi didirikan di Olpe, sebuah kota kecil di Jerman.
Kulturkampf yang Mencekam
Sejak awal, Muder Clara Pfänder dipilih sebagai pimpinan Kongregasi. Dia mengampu banyak tanggungjawab yakni memikirkan karya pelayanan dan perkembangan Kongregasi FCJM ke depannya. Menariknya, banyak para pemudi tertarik untuk bergabung ke dalam Kongregasi FCJM. Ini menjadi sebuah kebahagiaan dari Muder Clara Pfänder dan para suster lainnya. Dengan demikian, jumlah suster terus meningkat dari tahun ke tahun. Tugas utama dari para suster yang berpihak kepada kaum kecil dan tertindas. Hal tersebut di implementasikan lewat karya pelayanan dalam bidang sosial Panti, kesehatan, pendidikan, dan pastoral. Sejak awal, tantangan dan kesulitan yang dialami oleh Muder Clara Pfänder silih berganti. Banyak pengalaman pahit, kekecewaan, dan perjuangan yang dialaminya dari pihak intern dan ekstern Kongregasi. Meskipun demikian, dia tidak pernah goyah. Dia dikenal sebagai suster yang tangguh, pemberani, teguh dalam iman, dan tidak mudah goyah.
Salah satu perjuangan berat yang dia alami dalam hidupnya yakni peristiwa “Kulturkampf” yang terjadi pada 1870 di Jerman. Saat itu juga terjadi perang antara Prancis dan Prusia. Secara singkat, Kulturkampf yakni penindasan terhadap umat Katolik Roma oleh Konselir pertama (pemerintah) Jerman bernama Otto von Bismarck. Pada saat itu, gereja katolik sedang mengalami perkembangan di Jerman, sehingga Otto takut pada pengaruh gereja Katolik Roma yang akan memecah belah kesatuan Kekaisaran Jerman. Oleh karena itu, dia membuat gerakan Kulturkampf yakni penindasan kepada umat Katolik dengan mengeluarkan undang-undang yang menyasar pemberhentian dan pembubaran para Uskup, Imam, dan biarawan dan biarawati di Jerman. Banyak Uskup dan Kardinal yang dipenjarakan, sekolah-sekolah Katolik terpaksa ditutup, banyak biara-biara suster dan pastor juga dipaksa ditutup dan tidak boleh menerima calon suster. Ini merupakan masa paling sulit dalam Kongregasi FCJM, khususnya bagi Muder Clara Pfänder.
Muder Clara Pfänder tidak mau mengikuti undang-undang negara tersebut karena dianggap tidak rasional dan dia tetap bertahan memperjuangankan Kongregasi. Dengan segala upaya, akhirnya banyak karya FCJM harus ditutup termasuk sekolah TK, pengobatan kepada orang miskin, dan karya sosial lainnya, sehingga para suster tidak boleh berkarya lagi. Namun, Muder Clara gigih mempertahankan agar panti di rumah induk di Salzkotten tidak ditutup. Jika para suster tidak bisa bekerja lagi, dari manakah makanan mereka, kemana mereka pergi, bagaimana kehidupan anak-anak panti mereka? Dengan berfikir dan berdoa dengan tenang, Muder Clara Pfänder mengambil kebijakan untuk meminta sumbangan dan sebagian suster pergi meninggalkan Jerman. Mereka pergi ke Lotaringen (termasuk negara Jerman), Amerika Utara, dan Belanda.
Uskup Kondrat Martin adalah seorang Uskup yang paling setia mendampingi perjuangan para suster FCJM mulai dari pendirian Kongregasi hingga proses berjalannya karya para suster. Muder Clara Pfänder selalu minta nasihat dan penguatan dari Uskup Kondrat Martin dalam kondisi pelik. Ketika Kulturkampf terjadi, Sang Uskup juga berani melawan sikap pemerintah yang merampas hak gereja. Oleh karena itu, dia ditangkap dan dipenjara pada 1875. Kemudian, dia dibuang ke benteng Wesel. Dari situ dia melarikan diri ke Belgia, lewat Holland. Pada 1879, Uskup akhirnya meninggal dunia dalam pembuangan.
Ketika di dalam penjara, Muder Clara Pfänder sering mengunjungi Uskup Kondrat Martin. Mereka juga berdiskusi tentang nasib para suster FCJM dalam selama masa Kulturkampf tersebut. Meskipun dalam keadaan sangat sulit, banyak para pemudi tertarik menjadi FCJM. Mereka ingin menjadi suster FCJM yang ikut serta melayani kaum miskin dan hina dina. Beberapa karya FCJM yang ada di Jerman dan di luar negara Jerman sangat membutuhkan tenaga para suster. Oleh karena itu, beberapa kali Uskup Kondrat Martin dan Muder Clara Pfänder melakukan penjubahan kepada para Novis dan juga pengikraran kaul secara diam-diam. Beberapa lama kemudian, hal tersebut akhirnya diketahui oleh pemerintah sipil, maka Uskup Kondrat Martin dituduh melanggar undang-undang pemerintah Jerman dan tidak dapat datang lagi ke biara FCJM karena rumah induk diawasi sangat ketat.
Muder Clara Pfänder sering mengunjungi Uskup Kondrat Martin selama di penjara, sehingga mereka berunding tentang kelanjutan upacara penerimaan postulan, penjubahan kepada calon Novis dan pengikraran kaul. Uskup Kondrat Martin memberikan kuasa atau otoritas rahasia kepada Muder Clara Pfänder untuk menerima postulan, Novis dan pengikraran kaul. Uskup memberikan surat kuasa kepada Muder Clara karena jabatan Uskup diberikan oleh Gereja bukan pemerintah Jerman, sehingga dia tetap menjadi Uskup sampai mati, walaupun dipenjara oleh pemerintah negara Jerman. Uskup Kondrat Martin meninggal dunia pada 16 Juli 1879. Kebutuhan akan tenaga para suster semakin mendesak, padahal kondisi Jerman masih bahaya karena Kulturkampf. Oleh karena itu, dalam keadaan genting tersebut Muder Clara berdoa terus menerus di hadapan Sakramen Yang Mahakudus. Dalam keadaan khusyuk berdoa, di bertanya dalam dirinya, Apakah sudah saatnya “mempergunakan surat kuasa rahasia yang diberikan oleh Uskup Kondrat Martin.’
Muder Clara Pfänder akhirnya memutuskan untuk menggunakan otoritas rahasia tersebut yakni menerima postulan, novis, dan suster junior. Beberapa suster lainnya kurang setuju dengan sikap Muder Clara dan mereka melarang keras agar tidak mengulanginya lagi. Muder Clara hanya menjawab “ Masa yang luar biasa menuntut juga tindakan yang luar biasa.” Superior Klein segera tahu akan tindakan Muder Clara. Dia memakai haknya selaku superior yang diberikan Uskup kepadanya. Dia juga diam-diam memberikan jubah biara kepada para postulan, penjubahan novis, dan pengikraran kaul. Lama kelamaan, pemerintah melakukan penyelidikan akan jumlah suster dan ditemukan banyak suster yang tidak terdaftar di Prusia. Muder Clara sangat menderita dengan tuduhan Superior Klein. Superior memerintahkan agar suster-suster pergi ke luar negeri karena negara tidak membutuhkan Suster. Muder Clara dituduh sebagai seorang suster yang tidak taat kepada Gereja.
Pertentangan dengan Superior Klein
Situasi Muder Clara semakin bertambah sulit setelah Uskup Kondrat Martin meninggal dunia. Muder Clara dan Superior Klein semakin tidak cocok. Dia juga tidak pernah mengungkapkan tentang surat rahasia itu, sehingga banyak suster yang bingung dan heran dengan sikap Muder Clara. Namun, Muder Clara tetap setia dalam doa dan penuh perhatian kepada para susternya. Beberapa waktu kemudian, seorang pastor dari Erwitte mencela tindakan Muder Clara yang menerima postulan. Suster-suster dari Salzkotten diserang dengan kata-kata pedas karena sikap pimpinannya yakni Muder Clara yang sewenang-wenang dan keras hati terhadap pembesar Gereja. Surat-surat kabar melaporkan dan menyerang secara hebat tentang suster-suster FCJM. Hal ini menyebar kepada publik dan sangat merugikan nama baik Kongregasi FCJM. Sebagian besar para suster FCJM bingung dan heran karena mereka sangat mengagumi, mencintai, dan menghargai Pendiri Kongregasi tersebut, tetapi berita yang tersebar begitu negatif dan buruk.
Muder Clara berupaya berdamai dengan Superior, tetapi tidak berhasil. Muder juga menulis surat kepada Superior, tetapi Superior tidak senang dan sedih membaca isi surat tersebut. Akhirnya Superior berencana untuk melakukan eks-komunikasi kepada Muder Clara. Dikutip dari katolisitas.org, eks-komunikasi merupakan sangsi dari Gereja kepada seseorang, yang menyatakan status mereka sebagai “di luar” komunitas Gereja. Umumnya ini disebabkan karena pelanggaran berat, seperti penyebaran ajaran sesat, tidak mematuhi otoritas Magisterium Gereja, dst.
Mencari Jalan Perdamaian ke Roma
Guna mencegah eks-komunikasi, Muder Clara pergi ke Roma. Namun, berita-berita bernuansa tuduhan yang tidak benar di surat kabar tentang suster-suster Salzkotten semakin tersebar yang memuat tuduhan-tuduhan terhadap Muder Clara. Nama Kongregasi FCJM semakin dicela dan difitnah oleh banyak orang. Muder Clara sangat menderita dengan banyak tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Superior Klein berupaya melakukan eks-komunikasi kepada Muder Clara. Dia juga mengumpulkan beberapa suster pimpinan cabang FCJM untuk menyampaikan keputusan tersebut, dengan demikian menyampaikannya kepada suster-suster yang lainnya. Superior juga menyatakan kepada para pimpinan cabang tersebut agar membuat secara tertulis bahwa mereka tidak lagi menerima Muder Clara sebagai pemimpin mereka. Saat itu juga, mereka memilih Sr. Ignatia sebagai pimpinan FCJM sementara waktu, Pimpinan sebenarnya berada ditangan Superior Klein.
Saat itu Muder Clara dalam keadaan sakit, tetapi dia meletakkan jabatan sebagai pemimpin dengan bebas kepada Nunsius Munchen. Muder Clara menulis suratnya kepada Nunsius sebagai “anak yang sering dituduh, dikejar, dan difitnah.” Muder Clara juga menuliskan bahwa dia bersedia menerima penderitaan dan penghinaan yang menanti dia. Dalam kesunyian yang suci dia berdoa dan menderita. Namun, atas suruhan Superior Klein, Sr. Germana menulis surat kepada Nunsius, yang isinya bahwa “Muder Clara membohongi Nunsius.”
Setelah tiba di Sanzkotten dari perjalanan Munchen, Muder Clara mendapati surat-surat para susternya yang menyatakan pelepasannya. Dia pun terkejut dan jatuh sakit. Kemudian Muder Clara meletakkan jabatannya dengan menulis surat resmi kepada Nunsius Apostolik Munchen. Kongregasi memberikan iuran tahunan untuk kehidupan seumur hidupnya. Muder Clara pindah dari Salzkotten ke Metz (Prancis). Di Metz, Muder Clara hidup hemat, sederhana, dan menyendiri. Dia berdoa, berkorban, tenang, dan hening. Dia tetap yakin bahwa dirinya melakukan hal yang benar. Oleh karena itu, dia minta izin untuk pergi ke Roma, untuk mencari pengertian dan bantuan dari Bapa Suci. Dia mendapat izin dan pergi ke Roma bersama Sr. Evangelista. Mereka berdua disambut baik oleh Uskup Anton de Waal. Muder Clara ingin mendapat audiensi kepada Sri Paus Leo XIII, tetapi percuma karena tuduhan dari Paderborn telah sampai ke Roma. Dia juga berusaha menulis surat kepada Kardinal di Roma, tetapi sama sekali dia tidak mendapat pembelaan. Orang pengumpat dan penghelat akhirnya menang.
Beberapa bulan di Roma, kesulitan biaya kehidupan semakin terasa. Dia kerap meminjam uang kepada beberapa orang. Muder Clara juga menderita sakit jantung, kesulitan dalam bernafas dan menelan, juga demam tinggi. Muder Clara semakin menderita dan merasakan kepahitan dalam hidup. Sr. Evangelista selalu setia menemani Muder Clara hingga akhir hidupnya, kata-kata terakhirnya adalah “Datanglah Santo Fransiskus, saya siap sedia.” Muder Clara meninggal pada 5 Oktober 1882, pada usia 54 tahun. Dia dikuburkan di pekuburan umum di Roma.
Upaya Pencarian Kebenaran dan Keadilan Setelah 138 tahun
Kongregasi FCJM tidak tinggal diam atas penderitaan dan tuduhan yang dialami oleh pendiri Kongregasi FCJM tersebut. Para suster berupaya mencari kebenaran yang terjadi ratusan tahun yang telah berlalu itu. Oleh karena itu, Sr. Carola Thomann FCJM (Provinsi Jerman) menelusuri kehidupan Muder Clara dengan teliti khususnya selama masa-masa paling sulit tersebut selama beberapa tahun lamanya. Sr. Carola bekerja keras mengumpulkan kembali arsip-arsip sejarah Kongregasi mulai dari awal pendirian Kongregasi, mulai dari arsip yang ada di Jerman dan Roma. Sr. Carola juga mempelajari dan menuliskannya dengan sangat teliti. Hasil penelusuran tersebut terungkap secara lengkap dalam buku yang berjudul „Die Sonne bleibt oben“ yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “Matahari Tetap Bersinar“. Buku tersebut berisi tentang masa kecil Muder Clara hingga kematiannya di Roma. Buku ini menjadi saksi perjuangan Muder Clara yang tak terkira karena disana dituliskan secara jelas dan lengkap tentang keteguhan iman Muder Clara dalam memperjuangkan Kongregasi yang dia dirikan ini. Keyakinannya yang sangat kuat pada Penyenggaraan Ilahi tidak luntur oleh apapun juga, sampai mengorbankan nyawanya sendiri. Buku yang berisi 543 halaman tersebut akhirnya berhasil diterbitkan oleh Penerbit Pustet Druck Regensburg, Jerman lengkap dengan International Standard Book Number (ISBN) nya pada tahun 2018.
Setelah membaca dan memahami perjuangan Muder Clara dan atas penelitian yang akurat, akhirnya Uskup Paderborn menerima dan menaruh pengertian yang besar yang menimpa Muder Clara sekitar 138 tahun yang telah berlalu. Akhirnya, Uskup menerima perjuangan Muder Clara tersebut dan bersama Kongregasi FCJM mengambil langkah untuk memulihkan nama baik Muder Clara. “Pemulihan Nama Baik Muder Maria Clara Pfänder” segera dilakukan tepat pada 18 Februari 2018. Hari bersejarah tersebut dirayakan dalam misa bersama di Gereja Katedral Paderborn, Jerman. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Uskup Agung Paderborn Mgr. Hans-Josef Becker.
Pada saat itu, beberapa suster FCJM dari berbagai negara ikut serta merayakannya. Plakat Muder Clara Pfänder yang terbuat dari tembaga oleh seorang artis Jerman, diberkati dan ditempatkan berdekatan dengan patung Uskup Konrad Martin, Muder Pauline von Mallinckrodt, dan Beata Maria Theresia Bonzel.
Semoga Kongregasi kita terus berkembang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan dapat mengambil makna dari perayaan ini, sehingga kita para pengikut Muder Clara Pfänder semakin memiliki semangat juang yang tinggi seperti yang telah dihidupinya.
Sumber: buku Cahaya di dalam Kegelapan dan buku „Die Sonne bleibt oben“
Penulis: Sr. Angela Siallagan FCJM
Editor: Sr. Emmanuela Sitorus FCJM.