Don’t Worry Be Happy

Related Articles

Pengalaman selama mengikuti KPKK (Kursus Persiapan Kaul Kekal) masih terngiang jelas dalam ingatanku. Hal itu sungguh- sungguh membuatku semakin diperkaya lewat kegiatan yang kami alami, persaudaraan dengan berbagai tarekat, hidup doa yang sungguh bervariasi  serta kursus yang diakhiri dengan pengalaman retret yang membuatku semakin yakin untuk terus melangkah mengikuti Dia dalam kongregasi kita. Dari seluruh pengalaman tersebut saya mencoba berbagi   salah satu pengalaman retret yang saya alami dalam tulisan ini dan semoga bermanfaat bagi para pembaca dimanapun berada.

Sinar mentari pagi yang sangat cerah, indah dan menggembirakan hati. Cerahnya sinar mentari itu memulihkan kembali tenagaku setelah melakukan banyak permenungan/kontemplasi, dan doa sepanjang hari sebelumnya. Meditasi, jalan salib, doa Rosario, ibadat pagi dam malam, koronka, adorasi dan doa-doa lainnya. Semuanya kulalui dengan penuh sukacita dan syukur.

Pagi itu tiba-tiba terasa kembali kekuatan baru yang membuatku semangat untuk memulai lagi permenungan-permenungan dan doaku yang adalah jalan perjumpaanku dengan Sang Kekasih Jiwaku. Kontemplasi yang bertemakan: ”Syukur atas Rahmat yang kuterima selama Retret di Nagahuta” menambah sukacitaku sehingga senyuman bahagia senantiasa terlukis pada bibirku. Senyuman yang terlontar karena adanya semangat baru untuk bermenung, berduaan dan bermesraan dengan Yesus tentunya. Semangat baru, kusadari adalah pemberian Tuhan yang patut disyukuri dan merupakan hadiah/anugerah yang berasal dari Tuhan.

Setelah makan siang, aku duduk di luar rumah (Taman Getsemani di Nagahuta) seraya bermenung dan kembali dengan Yesus. Sulit untuk berpisah dengan Yesus dalam doa sambil menikmati keindahan taman dan kesejukan alam raya itu.

Ketika aku memandang keindahan itu, tiba-tiba aku teringat kembali akan pergumulan selama retret. Kucoba kembali membuka dan membaca kisah-kisah perjalanan hidupku yang penuh dengan warna-warni. Kuberhenti pada kisah yang sungguh membawaku pada suatu kecemasan dan kekhawatiran terhadap situasi atau keadaan orang tuaku. Berulang kali aku membaca dan terus mengulang kisah itu. Tersirat sebuah kecemasan. Namun, Kuterus kembali membaca dan membaca dan pada akhirnya ada kedamaian di hatiku. Sehinggga aku sanggup bersyukur dan berdoa:” Tuhan berikanlah aku kekuatan untuk mampu mengalahkan kekhawatiran ini”. Akhirnya kekhawatiranpun mulai lenyap dan aku merasakan kekuatan cinta Tuhan dalam diriku dan semangat Roh. Sehingga aku mampu berkata:” Tuhan… Engkaulah pemilik kehidupan atas orang tuaku dan orang-orang yang kucintai, hidup mereka semua ada dalam pemeliharaanMu”. Dalam renungan, saya menyadari bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang terindah yang melebihi emas permata. Kesadaran kumiliki bahwa Tuhan juga punya Kuasa untuk mengambil hidup itu kapan Tuhan mau.

Aku merasa bahagia dengan kehadiran sosok seorang ayah yang begitu beriman, setia, sabar, penuh cinta dan perhatian serta kasih sayang pada ibuku. Sejak ibu bangun pagi hingga tidur kembali di malam hari. Ayah tetap setia menemaninya. Dan hal tersebutlah yang mendatangkan kebahagiaan bagiku serta dia juga merupakan sosok teladan iman bagiku. Tidak hanya berkata-kata namun diwujudkan dalam tindakan nyata. Kurasakan bahwa tidak berarti terbebaskan dari kesulitan  dan kecemasan seperti halnya keadaan ibuku itu, tetapi aku mencoba menghayatinya sebagai jalan meningkatkan mutu Iman pada Sang Pencipta. Kusadari bahwa kebahagiaan diperoleh dengan menyandarkan diri kepada Tuhan. Menyandarkan diri kepada Tuhan juga memerlukan hati yang sederhana, tulus dan sabar. Hati yang sederhana juga berarti hati yang tetap percaya kepada Tuhan dalam kesulitan yang menyakitkan sekalipun.

Aku juga masih teringat akan kata-kata seorang bijak: ”Tidak ada kesembuhan tanpa penyakit, tidak ada mujizat tanpa musibah dan tidak ada berkat tanpa kesulitan dan persoalan dalam hidup”. Maka katanya: ”karena itu janganlah pandang kesulitan sebagai kesulitan, tetapi pandanglah kesulitan sebagai Karunia/Rahmat yang akan mengubah hidup menjadi lebih Mulia dan Sempurna.

Memang benar tanah liat menjadi vas bunga dan guci yang indah setelah melewati proses pembakaran. Dipukul, digodok, dilempar, dibentuk dan kemudian dibakar dalam api yang paling panas. Kusadari bahwa kebahagiaan yang benar-benar sempurna setelah mengalami berbagai cambukan dalam hidup. Kusadari bahwa memang aku seperti saat ini karena perhatian dan cinta mereka (susterku, keluargaku, pimpinanku dan banyak orang). Karena pengalaman sulit dan kekhawatiran itu bersatu padu, maka aku menanamkan dalam hati dan berani mengatakan pada diriku: ”Jangan jadikan kesulitan sebagai pengganggu kehidupan, tetapi sebagai teman seperjalanan sehingga hidup inipun senantiasa bergelimang kebahagiaan”.

Diakhir permenunganku, aku semakin mensyukuri pengalaman masa-masa retret dan kursus tersebut. Kuyakin bahwa di setiap kesulitan ada rencana Tuhan yang menanti. Oleh karena itu, Aku berani berkata:” Don’t Worry  be Happy” dan tetap setia pada Tuhan yang selalu menyertai langkahku. (

 

More on this topic

Comments

Advertismentspot_img

Popular stories