Sang guru, dikaulah yang mengantarkanku kepintu-pintu pengetahuan yang lebih maju. Ketahuilah, jika sekarang aku lebih pintar, itu bukan berarti aku lebih hebat darimu. Tak layak aku sombong di depanmu bahkan untuk membalas jasamu pun aku tak mampu. Ibu guru, ini aku anakmu. Terimalah rasa terimakasihku atas segala jasa-jasamu.
Masih segar diingatan, saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah dengan seragam putih merah itu. Aku gadis ingusan yang ingin belajar aksara, dengan perasaan dagi dig dug masuk ke dalam kelas. Hal baru dan pertama bagiku, membuatku takut dan perlahan merengek memanggil mama yang berdiri di luar pintu kelas. Engkau tahu sekali itu. Kau berjongkok untuk menyeka air mataku. Pun aku terdiam oleh karena kelembutan hatimu. Moment itu tak kan lekang oleh waktu.
Ibu Marini, demikianlah kami memanggilmu. Engkau yang menghidupkan semangat belajarku kala itu. Membiarkanku menyanyikan lagu riang, menggambar rumah yang bentuknya seperti cakar ayam, mewarnai papan gambar dengan berbagai rona warna. Engkau meyakinkanku bahwa daya cipta tak ada batasnya. Bersama teman sekelas di SD. N. 050772 P.SUSU, kami belajar dengan ceria. Sosok wanita tinggi nan putih serta berrambut ikal panjang, yang mengajari kami tentang kerapian berpakaian. Yah, engkau wali kelas kami yang tiada duanya.
Masih ingatkah ibu? Saat aku masih salah menulis abjad dan angka? Ketika aku berdiri lama di papan tulis hanya untuk menuliskan ANGSA. Tapi aku lupa setelah huruf N dan S, harus terisi huruf apa. Kau dengan lembut menggerakkan tanganku, membentuk lekukan tubuh si huruf “G”. Aku tertawa geli saat menuliskan ini ibu. Tapi itulah dulu bu, namun saat ini jariku dengan mahir menari-nari di atas keyboard dan bola mataku dengan lincah membaca surat kabar. Bagaikan matahari yang menyinari bumi, dirimu bermanfaat bagi dirimu sendiri dan juga bagi orang lain. Guruku, engkau patut disebut sebagai orang yang mulia. Engkau berilmu dan beramal serta mengajarkannya. Gelar pahlawan tanpa jasa patut engkau sandang.
Ibu guru, Ibu Marini apa kabarmu? Aku sudah lulus pendidikan Strata 1 di Universitas Negeri Medan. Tahukah bu, seumpama kesuksesan adalah lukisan, maka guratan awal sangatlah menentukan. Engkau dengan indah berhasil menggoreskan guratan awal dalam proses belajar di hidupku. Ingin ku kirimi surat padamu dan mengajakmu makan di restoran favoritmu. Setidaknya ada waktu untuk kita pernah bersama menyantap makan dari hasil keringatku sendiri. Terimakasih atas jasamu ibu guruku. Kusadari guru merupakan pelita segala zaman. Pun orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmuannya. Engkau pulalah yang pernah bertanya padaku dulu,“Apa cita-citamu?” Dan kini aku jawab, aku ingin mengikuti jejakmu. Sang Guru.
(Cerpen dari buku AIR MATA BERBUNGA, karangan Sr. Angela Siallagan & Sry Lestari Samosir)