Setia dalam Suka dan Duka

Related Articles

Sr.M.Willibrorda Goh FCJM

Di Monteluco, Adriana Go Soat Seng adalah seorang perempuan asing. Si perempuan yang sedari kecil hingga besar tinggal bersama sang nenek, orangtua dari bapak. Nenek berasal dari Filipina yang lahir di Tiongkok. Adalah orang yang taat pada agamanya. Setiap paginya pada Pkl 05.00 WIB menjadi jadwal yang dikhususkan untuk Perayaan Ekaristi di Gereja Tanjung Balai. Kala itu, seorang perempuan berparas cantik nan lembut berdiri tak jauh di depanku, bertanya, “adek mau jadi Suster ya?”, sontak hatiku dengan kalimat kecil itu. Si perempuan lain menoleh hingga rambut blondenya tergerai melayang, mengiyakan dengan girang. “Benar”, tegasnya dengan senyum yang lebar. Tapi takdir telah memulihkan akhir dari percakapan itu. Ketiganya sama-sama terperanjat ketika mata mereka bersitatap. Beberapa detik tak bertuan. Sebuah kenangan sehalus arumanis hangat. Peristiwa setitik menghantarkan aku pada ribuan kilo dari kampung halaman itu.

Masa kecilku Bertutur

Adriana Go Soat Seng, adalah putri dari pasangan Ambrosius Go Sui An dan Maria Tan Siu Le, anak ke dua dari tiga bersaudara, yang diantaranya satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Adriana yang akrab disapa Ghoa Suateen ini lahir di Bagansiapiapi, pada tanggal 25 Desember 1933. Masuk ke kebiara FCJM pada tanggal 20 Juli 1955, memulai masa Novisiat dengan nama Biara Sr.M.Willibrorda Goh FCJM pada tanggal 25 Juli 1956, dan mengikrarkan kaul kekalnya pada tanggal 25 Juli 1964. Pesta Perak (25 tahun)  dirayakan pada tanggal 7 Agustus 1980, Pesta 40 tahun hidup mebiara dirayakan pada tanggal 7 Agustus 1996. Kemudian Pesta  50 tahun pada 8 Desember 2006. Jajaran hari bersejarah ini selalu  ku kenang. Kata yang tersimpan di lubuk hati terdalam adalah “setia”. Setia itu yang menghantarkan aku di hari yang berbahagia ini. Hari bersejarah ini kurayakan dengan penuh iman. Tepatnya pada tanggal 8 Desember 2016 di Provinsialat FCJM “Monteluco”, Pematangsiantar bersama dengan ke 12 orang Saudari yang lain yang ikut merayakan pesta Yubileum hidup membiara di FCJM.

Bila kutatap kisah perjalanan hidup yang berpuluh-puluh tahun lamanya itu, aku teringat lagi kisah hidup yang sederhana. Sejak kecil hingga besar, aku yang sering dipanggil Sr.Willi  tinggal di rumah nenek, orang tua dari bapak. Nenek seorang Pilipina yang lahir di Tiongkok. Nenek adalah orang yang taat beragama. Ketekunan dalam doa dan Perayaan Ekaristi cukup menonjol. Setiap pagi hari pukul 05.00 Wib ditetapkan sebagai jadwal doa. Secara bersama-sama, kami mengikuti Perayaan Ekaristi di  Gereja Katolik Tanjung Balai dengan himpunan Suster-suster Belanda. Seringnya berjumpa dengan Suster-suster itu membuat nenek mengetahui sedikit cerita tentang cara hidup mereka. Saat aku menukas lekas-lekas pengalaman itu, aku menengok ulang, begitulah cara Tuhan memanggil putriNya, begitu sederhana dan alami, Pikirku. Perjumpaan yang terjadi sesingkat dan terus-menerus itu membuat hatiku ditarik oleh Allah melalui hadirnya mereka. Aku dan mereka saling berkenalan. Nenek yang setia membimbing iman ke katolikan padaku amat terharu saat ku katakana bahwa aku tertarik pada cara hidup orang-orang Belanda itu. Inginnya nenek, aku menjadi seorang Suster ke luar negeri bukan di Tanjung Balai itu, tetapi rencana Tuhan berbeda. Tuhan menambat hatiku untuk hidup bersama Suster-suster yang dari Belanda itu, yang setiap pagi suaranya kudengan berdoa dan bernyanyi bahasa latin. Mereka adalah FCJM katanya. Tapi jalan yang kupilih tak menuai asa di hati nenek, tak ada pula sikap paksa.  Hanya kalimat ini yang di pesankan padaku “Ibarat bila mandi harus benar-benar basah, jangan hanya mandi saja.” Ini artinya bila sudah memilih jalan ini, hati harus penuh dan tak boleh setengah-setengah. Mungkin ungkapan ini yang membuat aku memahat kesetiaan pada yang memanggil dan memilihku. Panggilan itu yang kudayung sejak tahun 1955. Aku menginjakkan kaki ke Biara Tanjung Balai.

Kongregasi Misionaris Hati Kudus Yesus dan Maria

Namanya FCJM singkatan dari Franciscanae Filiae Sanctissimae Cordis Jesu Et Mariae, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Puteri-puteri Hati Kudus Yesus dan Maria. Adalah sebuah persaudaraan injili yang anggota-anggotanya baik pribadi maupun bersama membangun hubungan yang intim dengan Yesus Kristus bersama dengan sesama dan seluruh ciptaanNya. Relasi yang intim itu diuraikan oleh Muder Pendiri, Muder Clara Pfänder dengan kalimat ini:

“Mereka menyebut diri sebagai Suster, saudari dan karena itu membuahkan cinta yang mendalam antara satu dengan yang lain sesuai dengan sabda Tuhan sendiri yakni, perintah baru ku berikan kepadamu supaya kamu saling mengasihi, seperti aku telah mengasihi kamu demikianlah juga kamu saling mengasihi” (Konstitusi awal, 11).

Spiritualitas “Hati” menjadi keutamaan Kongregasi. Menggali semangat kepada Hati Kudus Yesus yang Mahakudus dan Hati Maria yang Tersuci tidak terlepas dari kata “Cinta”. Cinta adalah password kesanggupan untuk merealisasikan spiritualitas itu. Untuk maksud itu, Muder Pendiri menegaskan “Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jika kamu saling mengasihi (Yoh 13:35).”

Hati adalah pusat lambang cinta, dan cinta adalah kerinduan yang sangat manusiawi. Jika kita membuka mata dan hati terhadap dunia di sekitar kita, kita menjadi sadar bahwa banyak orang merasa kesepian, hidup tanpa cinta, hidup dalam situasi kekerasan, perjuangan dan terpaksa berpisah dengan orang yang dicintai. Dengan melihat situasi seperti itu yang sedang terjadi di tengah-tengah kita, dapatkah kita menjadi saksi dari kasih Yesus dan Maria?.

Cara hidup Muder Pendiri ini sudah terpantul pada permulaan sejak didirikannya Kongregasi FCJM. Sedikit penjelasan tentang Hati Yesus dan Maria. Hati Yesus merupakan tempat kebebasan akan cinta Yesus, kebebasan memutuskan dari dirinya sendiri tanpa ada paksaan. Hati Yesus adalah suara hatiNya sendiri. Hati Yesus diberikan kepada umat yang dicintaiNya sebagai sebuah cinta yang abadi dari Tuhan. Hati adalah ruang dan tempat kehidupan. Injil Yesus dalam Yoh 19:28-34 menguraikan bahwa ketika Serdadu menusuk lambungNya dengan tombak, mengalirlah darah dan air. Hati Maria yang menyimpan semua di dalam hatinya (Luk 2:19,51) sampai ke bawah salib, karena itu dia menjadi Ibu semua orang. Putri Sion itu menjelma menjadi penyelamat manusia dalam Perjanjian lama dan meneruskannya kepada Perjanjian Baru. Perempuan bersahaja itulah yang melahirkan Juru Selamat. Kisah ini menjadi sebuah sejarah yang didalamnya mengandung makna khusus.

Sepanjang hidup Yesus, Dia mencintai umat-Nya dengan seganap “hati“, sebagaimana halnya dengan Maria. Gambaran dari Hati Yesus dan Maria menunjukkan kepada kita tentang cinta tanpa batas yaitu Hati Yesus dan Maria, yang mengundang kita untuk membuka hati kita sendiri untuk menanggapi kasih karunia, dengan mempersembahkan diri secara total kepada Tuhan. Inilah kerinduan Ibu M. Clara kepada  Puteri-Puterinya. Para Puterinya diajari untuk “sehati dan sejiwa”, dipanggil untuk hidup dengan murah hati dan hati terbuka.

Mendayung Perahu Syukur

“Tuhanlah gembalaku dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa (Mzm 23: 1a. 6b.”.

Mazmur Daud ini memberikan sebuah penegasan bahwa Tuhanlah satu-satunya sang Gembala.  Aku melihat dengan mata iman, Tuhan sebagai Gembala mengenal dan mengerti sifat dan tingkah domba-dombaNya. Itu yang ku alami dalam setiap hentakan nafas hidupku. Tuhan mencukupkan segalanya bagiku. Dia melindungi aku dari ancaman musuh dan setia menemani dan memelihara hidupku. Itulah sebabnya, aku aman dalam lindunganNya. Yesus sebagai gembalaku dan aku dombaNya. Kesetiaan Tuhan memelihara hidupku mengikuti penyelenggaraan Tuhan dan mampu menahan pergolakan dalam hidup bersama.

Karena kesadaran dan keyakinan akan perlindungan Tuhan itu, aku ingin tetap setia padaNya. Dia yang memilih aku adalah setia. Maka, aku pun ingin setia bersama Dia.  Ada sebuah pengalaman iman dalam perjalanan hidupku. Pengalaman kebhinekaan. Sebagai seorang yang berbeda dari yang lain, merasa bahasa dan kebiasaan yang sulit dipadukan. Aku belajar beradaptasi ditengah orang-orang yang bukan se suku dengan aku. Aku juga belajar menyesuaikan keinginanku dengan keinginan mereka. Perbedaan tidak selalu menjadi rahmat tetapi tantangan dan kesulitan. Kadang kala pun aku hampir menyerah. Merasa tak sanggup menjalani panggilan yang masih terbentang luas di depanku. Aku menjadi sendiri. Sepi. Aku serasa tak punya kenalan dan teman. Tapi Tuhan….Tuhanlah gembalaku. PadaNya aku mengadu dan Dialah pelindungku.  Aku bercerita apa yang ku alami. Saat itu belum ada pembimbing rohani seperti kini. Satu-satunya pembimbing sejati adalah Kristus Yesus. Pergumulan kupasrahkan pada Tuhan dan aku pun mendapat  pencerahan. Dia menguatkan kakiku dan menunjukkan caayaNya padaku. Buku “Cahaya di dalam Kegelapan”, menjadi buku favoritku. Kata-kata Muder Pendiri menguatkan hatiku dan meyakinkan padaku bahwa Matahri masih tetap diatas dan akan menyinarkan cahaya di dalam kegelapan ini. Suka dalam perahu FCJM itu ku alami yakni Bergembira dan berbahagia dalam hal doa, rekreasi, makan bersama. Bahagia bersama dalam merayakan pesta nama, Hut, pesta hidup membiara. Didoakan dan diperhatikan saudari. Bila sakit dilayani, dirawat dan diperhatikan. Kebutuhan jasmani dan rohani lebih dari cukup. Saling mendoakan, memaafkan dan menolong. Bisa mengunjungi keluarga. Bila saudari bahagia saya juga bahagia. Bahagia memelihara tanaman dan hewan. Duka yang kadang terlintas dalam hidupku karena ketidakcocokan dengan saudari lain dan kita anggota komunitas. Tetapi aku kuat dan belajr memotivasi diri untuk tetap kuat dan tegar. Aku menanamkan dalam diriku untuk tidak gampang marah. Saudari muda menjadi sahabat, maka aku juga beetugas membimbing dan mendamping mereka sama halnya seperti pembimbing rohani. Dan member telada bagi mereka agar mereka memiliki semangat juang yang tinggi sehingga menjadi FCJM yang sejati. Dan yang ingin ku bagikan pada kalian adalah bertekun dan setialah dalam panggilan baik suka maupun duka.

Aku pernah mengingat kisah PETRUS yang mendayung sekuat tenaga sambil memandang kegelapan malam. Dia menerka-nerka, apakah ada cahaya yang samar-samar di ufuk timur?. Dan apakah itu pertanda fajar akhirnya menyingsing?. Kala itu, otot-otot punggung dan bahunya Petrus sudah terasa nyeri karena berjam-jam mendayung. Angin yang menerpa rambutnya telah membuat Laut Galilea bergelora. Gelombang demi gelombang menerjang haluan perahu, dan Petrus pun basah kuyup terkena semburan air dingin. Namun, Ia terus mendayung.

Tuhan ingin melihat aku menikmati usia senja yang bahagia, usia indah. Tuhan juga ingin melihat aku menikmati kehidupan kekal nantinya. kehidupan bahagia. Muder Clara Pfander adalah Ibu tercinta. Dengan penuh keibuan dia mendirikan Kongregasi ini. Teruslah mendayung. Aku sebagai puterinya memilih setia. Aku yang lemah dikuatkannya sehingga aku semakin bercahaya. (Sr. M. Angela Siallagan FCJM).

 

 

 

More on this topic

Comments

Advertismentspot_img

Popular stories